Resonansi.co.id – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, meresmikan Taman Para’an, sebuah ruang publik berketahanan iklim, pada Senin, 19 Mei 2025. Terletak di dekat Jembatan Nibung Baru dan Pasar Segiri, taman ini hadir sebagai contoh ruang publik yang dibentuk melalui partisipasi masyarakat, dengan melibatkan kolaborasi antara warga, pemerintah, dan mitra akademik.
Perencanaan Taman Para’an dimulai dengan proses partisipatif, di mana warga Samarinda diberi kesempatan untuk langsung menentukan desain fisik, fungsi ruang, dan prioritas kebutuhan taman ini. Kolaborasi ini didukung oleh Center for Urban Resilience (CeCUR) dan tim akademisi dari Queensland University of Technology (QUT).
Menurut Wali Kota Andi Harun, taman ini merupakan wujud konkret dari ruang publik yang dibentuk berdasarkan aspirasi masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa Taman Para’an bisa menjadi contoh bagi daerah lain sebagai proyek percontohan.
“Sejak awal, Taman Para’an ini dirancang bersama masyarakat, bukan hanya oleh pemerintah atau pihak lain. Desain taman ini murni hasil kreasi masyarakat dengan bimbingan dari QUT,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada CeCUR dan semua mitra yang telah berkolaborasi dalam merealisasikan taman ini.
“Semoga ke depannya, ruang publik seperti ini bisa terus berkembang,” harapnya.
Retno Hastianti, Direktur Eksekutif CeCUR, menjelaskan bahwa setiap elemen taman ini dibangun berdasarkan hasil riset dan keinginan warga.
“Kami melibatkan masyarakat dalam perancangan taman, karena kami percaya jika ruang publik hanya mengandalkan pendekatan umum, maka akan terasa asing. Kami ingin mewujudkan impian warga tentang ruang yang bisa digunakan untuk ekonomi, pendidikan, sosial, dan olahraga,” tuturnya.
Nama Para’an dipilih karena memiliki makna ‘dekat’ dalam bahasa lokal, yang mencerminkan kedekatan taman ini dengan hati masyarakat dan lingkungan sekitar.
Energi Terbarukan di Taman Para’an
Selain itu, Taman Para’an juga menjadi pionir dalam penggunaan energi terbarukan. Energi listrik untuk taman ini bersumber dari tenaga surya dan angin, hasil riset kolaboratif dengan mitra lokal, Lentara Bumi Nusantara, yang terdiri dari peneliti muda di bidang energi ramah lingkungan.
“Biasanya, turbin angin hanya bisa berfungsi di lokasi dengan angin kencang, seperti di pinggir pantai atau pegunungan. Namun, para peneliti kami berhasil menciptakan teknologi yang bisa berfungsi di tengah kota,” jelasnya.
Ke depannya, pengelolaan taman ini akan melibatkan masyarakat melalui pembentukan Kelompok Masyarakat (Pokmas). Pemerintah berharap sinergi antara warga dan pemerintah kota akan menjaga kelestarian taman ini.
Taman Para’an juga akan berfungsi sebagai ruang pembelajaran dan pengabdian masyarakat, dengan melibatkan akademisi untuk menjalankan berbagai kegiatan edukatif seperti kelas terbuka dan riset.
“Dengan begitu, kami berharap masyarakat bersama-sama dapat merawat taman ini,” tambahnya. (*)