Menggaungkan Suara Masa Kini

Kapolda Kaltim Turun ke Polsek Samarinda Kota Tinjau Pembobolan 15 Tahanan

Terbit Selasa, 21 Oktober 2025
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Kapolda Kaltim), Irjen Pol Endar Priantoro turun langsung meninjau Polsek Samarinda Kota, Selasa 21 Oktober 2025

Resonansi.co.id Suara sepatu bot terdengar beradu dengan lantai semen yang dingin. Irjen Pol Endar Priantoro berjalan perlahan menyusuri lorong sempit menuju ruang tahanan Polsek Samarinda Kota, Selasa siang (21/10/2025). Di belakangnya, beberapa perwira Polda Kalimantan Timur menunduk, mengikuti langkah jenderal bintang dua itu yang tengah menahan kecewa.

Dinding ruang tahanan itu kini penuh tambalan semen. Di sudut yang agak lembap, masih tampak bekas jebolannya — lubang seukuran kepala manusia, yang jadi jalan keluar bagi 15 tahanan dua hari lalu.

“Banyak faktor memang yang harus kita evaluasi,” ujar Kapolda Kaltim dengan nada dalam. “Mulai dari fisik bangunan, sistem penjagaan, sampai siapa yang menjaga. Semua harus kita lihat jujur, supaya hal seperti ini tidak terulang.”


Insiden yang Mengguncang Kepercayaan Publik

Peristiwa kaburnya tahanan dari Polsek Samarinda Kota pada Minggu (19/10) siang itu terjadi begitu cepat. Sekitar pukul 14.30 WITA, 15 tahanan berhasil meloloskan diri setelah menjebol kloset dan dinding sel. Lubang berdiameter sekitar 35 hingga 40 sentimeter itu menjadi jalur sempit tapi cukup untuk keluar satu per satu.

Petugas baru sadar setelah mendapati kondisi sel kosong saat pergantian jaga. Sirene dibunyikan, aparat berpencar ke berbagai penjuru kota, dan operasi pencarian besar-besaran dimulai. Hingga Senin pagi, sepuluh tahanan berhasil ditangkap kembali. Lima lainnya masih buron hingga kini.

Kejadian itu sontak menimbulkan kehebohan. Masyarakat sekitar sempat resah, sebagian menutup pintu lebih awal malam hari. “Kami takut juga, apalagi dengar ada yang kabur,” kata Arif, warga Jalan Bhayangkara. “Untung sekarang polisi sudah sering patroli, jadi agak tenang.”


Bangunan Tua, Sistem Usang

Di hadapan wartawan, Irjen Endar mengakui bahwa banyak kelemahan yang perlu dibenahi. Salah satunya adalah kondisi bangunan Polsek Samarinda Kota yang sudah tua dan berstatus cagar budaya. Struktur bangunannya tidak lagi ideal untuk menampung tahanan dalam jumlah besar, sementara perbaikan besar-besaran terkendala aturan pelestarian.

“Bangunan ini termasuk cagar budaya, jadi kami tidak bisa sembarangan melakukan renovasi,” jelasnya. “Karena itu, kami akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi. Kalau perlu, kita siapkan tempat penahanan yang lebih representatif.”

Di balik kata “evaluasi”, sesungguhnya tersimpan pesan keras bagi jajaran kepolisian di bawahnya. Kapolda Kaltim ingin memastikan tidak ada lagi ruang kompromi dalam pengawasan tahanan. Pengawasan lemah bisa berarti ancaman bagi keamanan masyarakat dan reputasi institusi.

“Evaluasi menyeluruh akan kami lakukan. Mulai dari sistem penjagaan, jumlah personel, hingga kondisi fisik ruang tahanan,” tegasnya. “Harapan kami, ke depan tidak akan terjadi lagi hal seperti ini.”


Perburuan yang Masih Berlanjut

Sementara itu, lima tahanan yang masih melarikan diri terus diburu. Kepolisian sudah mengerahkan tim gabungan dari Polresta Samarinda, Polda Kaltim, hingga aparat wilayah sekitar. Ruang gerak mereka dipersempit dengan pemeriksaan ketat di sejumlah perbatasan kota.

“Itu bagian dari langkah teknis kami,” ujar Irjen Endar. “Kami batasi ruang gerak mereka dan berupaya semaksimal mungkin agar semuanya bisa tertangkap.”

Meski enggan merinci strategi pencarian, ia memastikan aparat telah bekerja siang malam. Informasi intelijen terus dikumpulkan, sementara masyarakat diminta waspada dan segera melapor jika mengetahui keberadaan para buronan.

“Harapan kami masyarakat tetap tenang. Kepolisian bekerja keras agar situasi keamanan di Samarinda tetap terjaga,” ujarnya.


Kendala Klasik dan Tanggung Jawab Baru

Peristiwa ini membuka kembali persoalan lama yang kerap luput dari perhatian: kapasitas tahanan yang tak seimbang dengan fasilitas yang ada. Banyak polsek di kota besar menampung tahanan melebihi kapasitas ideal. Akibatnya, pengawasan longgar, sirkulasi udara buruk, dan risiko kabur makin besar.

Seorang anggota kepolisian yang enggan disebut namanya mengakui kondisi itu. “Kami sering kewalahan, apalagi kalau tahanannya banyak sementara ruangnya kecil,” ujarnya. “Satu orang jaga bisa untuk lebih dari satu sel. Kalau sedikit lengah, ya bisa kejadian seperti kemarin.”

Kapolda Kaltim tak menampik kenyataan tersebut. Ia menilai, pembenahan tak bisa lagi ditunda. “Kita harus realistis. Bangunan yang tidak layak harus segera diganti atau dipindahkan fungsinya,” katanya. “Keselamatan masyarakat jauh lebih penting.”


Bukan Sekadar Teguran

Langkah cepat Irjen Endar meninjau lokasi menjadi pesan tegas bahwa kepolisian tidak menutup mata. Ia tak ingin kasus ini berhenti di meja laporan, melainkan menjadi momentum pembenahan sistem secara menyeluruh.

“Ini bukan hanya soal kelalaian,” katanya. “Ini soal tanggung jawab kita menjaga keamanan dan kepercayaan publik. Kalau satu tempat bocor, seluruh kepercayaan masyarakat ikut tercoreng.”

Sore itu, setelah meninjau ruang tahanan, Kapolda masih sempat berbicara singkat dengan sejumlah personel Polsek. Nada bicaranya tetap tenang, tapi jelas penuh tekanan moral. “Kita semua harus belajar dari kejadian ini. Tidak ada alasan, tidak ada pembenaran,” ujarnya sebelum meninggalkan lokasi.


Alarm untuk Semua Jajaran

Kasus pelarian 15 tahanan Polsek Samarinda Kota kini menjadi alarm bagi seluruh jajaran kepolisian di Kalimantan Timur. Di tengah upaya Polri memperkuat citra profesional dan modern, kejadian ini menunjukkan masih ada celah serius dalam sistem pengamanan dasar.

Pengamat kepolisian di Samarinda, M. Hasyim, menilai peristiwa ini seharusnya dijadikan momentum untuk reformasi pengawasan di tingkat bawah. “Kalau bangunan tidak memadai, pindahkan. Kalau sistem penjagaan lemah, tambah personel. Jangan tunggu kejadian lagi,” ujarnya.

Kini, publik menanti hasil dari janji Kapolda Kaltim: evaluasi menyeluruh dan pembenahan total. Samarinda sedang menunggu bukti bahwa aparat benar-benar belajar dari kesalahan. Karena di balik setiap lubang di dinding penjara, ada lubang lain yang lebih besar — kepercayaan masyarakat yang bisa runtuh jika tak segera ditambal. (*)

Penulis: Jefri
Editor: Redaksi

Bagikan:

BERITA TERKAIT