resonansi.co.id – Wakil Ketua Umum Projo, Freddy Damanik, menuding ada kelompok politik yang berupaya keras merusak hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Ia menyebut, kelompok tersebut berasal dari kubu yang kalah pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dan masih menyimpan sakit hati terhadap Jokowi.
“Kami Projo melihat ada pihak-pihak yang berfantasi hubungan Presiden Prabowo dengan Presiden Jokowi menjadi jauh dan terpisahkan,” ujar Freddy kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
Menurut Freddy, upaya tersebut dijalankan melalui narasi-narasi yang bersifat adu domba di ruang publik, dengan tujuan menciptakan kesan bahwa Prabowo dan Jokowi kini berada pada dua kutub politik yang berbeda.
Narasi yang dimaksud, kata dia, antara lain adalah isu “matahari kembar”, tudingan “cawe-cawe politik Jokowi”, serta wacana “pemakzulan Gibran Rakabuming Raka” yang kini menjabat Wakil Presiden.
Selain itu, kelompok ini juga terus menggulirkan isu lama terkait ijazah palsu Jokowi dan Gibran, demi menciptakan persepsi negatif di kalangan publik dan memicu jarak politik di antara keduanya.
“Pihak-pihak yang terus-menerus berusaha memperkeruh hubungan Presiden Prabowo dan Pak Jokowi adalah orang-orang atau kelompok yang sakit hati dengan Pak Jokowi,” tegas Freddy.
“Itu kelompok yang kalah Pilpres 2024 kemarin, kelompok yang tidak ingin Pak Prabowo memimpin Indonesia,” sambungnya.
Freddy menilai, kelompok tersebut berharap pemerintahan Prabowo–Gibran menjadi lemah akibat konflik internal. Dengan demikian, mereka bisa memanfaatkan situasi untuk merebut kekuasaan pada Pemilu 2029 mendatang.
“Kelompok yang berfantasi hubungan Prabowo dan Jokowi pecah berharap pemerintahan Prabowo-Gibran lemah, sehingga mereka bisa bersatu kembali untuk merebut kekuasaan di 2029,” ucapnya.
Namun, ia menegaskan, upaya tersebut tidak akan berhasil. Menurut Freddy, hubungan Prabowo dan Jokowi justru semakin solid, sebagaimana terlihat dalam pertemuan keduanya di kediaman Prabowo, Kertanegara, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.
“Kedua tokoh tersebut adalah negarawan yang sama-sama mementingkan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara di atas segalanya. Mereka lebih memilih persatuan dan kesatuan daripada politik kekuasaan,” tandas Freddy.





