Tenggarong, Resonansi.co.id — Petani di Desa Loa Raya, Kecamatan Tenggarong Seberang, masih berjuang menghadapi ketergantungan terhadap musim dalam menjalankan aktivitas bertani. Minimnya infrastruktur irigasi dan alat pertanian menjadi hambatan utama bagi para pelaku tani di wilayah tersebut.

Kepala Desa Martin mengatakan bahwa selama ini sistem pengairan pertanian masih menggunakan metode tadah hujan. Hal ini membuat waktu tanam dan panen menjadi tidak menentu.

“Kalau kemarau datang, air susah. Tapi saat hujan deras, lahan bisa kebanjiran. Ini kondisi yang menyulitkan petani,” katanya.

Martin menuturkan bahwa potensi pertanian di Loa Raya sebenarnya sangat besar, namun belum tergarap secara optimal karena keterbatasan sarana. Kelompok tani masih bertahan, namun produktivitas belum maksimal.

“Satu Gapoktan dan beberapa kelompok tani masih aktif. Mereka punya semangat, tapi fasilitasnya belum mendukung,” jelasnya.

Pemerintah desa telah mengajukan bantuan ke Dinas Pekerjaan Umum Kukar untuk membangun saluran irigasi serta pompa air. Selain itu, permintaan alsintan juga disampaikan ke Dinas Pertanian.

“Kita harap 2025 sudah mulai dibangun. Kalau air dan alat ada, pasti produksi naik,” ujarnya.

Martin menekankan bahwa pertanian perlu perhatian serius, agar bisa tumbuh seiring dengan sektor perikanan yang kini lebih menonjol di desa.

“Kita tidak mau pertanian tertinggal. Dua sektor ini harus tumbuh seimbang,” tambahnya.

Ia juga membuka ruang pelatihan dan pendampingan teknis bagi petani agar mereka bisa beradaptasi dengan teknologi pertanian modern.

“Petani juga harus tahu cara memanfaatkan teknologi. Itu bagian dari pembangunan jangka panjang,” katanya.

Martin berharap dukungan dari berbagai pihak agar sektor pertanian di desanya bisa bangkit dan berkontribusi besar bagi perekonomian lokal.

“Kalau pertanian kuat, ketahanan pangan dan ekonomi desa juga ikut kuat,” pungkasnya. (*)