Resonansi.co.id – Generasi Z, kelompok usia yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, adalah generasi pertama yang tumbuh bersama teknologi digital. Dengan akses luas terhadap informasi, mereka terpapar pada isu-isu global yang kompleks, termasuk kesehatan mental dan ketidakpastian ekonomi. Salah satu perhatian utama Generasi Z di Indonesia adalah dampak psikologis dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), fenomena yang kian sering terjadi akibat perkembangan ekonomi, digitalisasi, dan pandemi. Artikel ini akan mengupas mengapa kesehatan mental dan PHK menjadi topik penting bagi Generasi Z, serta bagaimana mereka menghadapinya.
1. Tekanan Kesehatan Mental di Kalangan Generasi Z
Generasi Z sangat peduli pada kesehatan mental mereka, tetapi mereka juga menghadapi tantangan yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya.
Tekanan Akademik dan Karier
Banyak anggota Generasi Z di Indonesia merasa terjebak dalam kompetisi ketat untuk meraih pendidikan terbaik dan karier yang stabil. Sebagian besar dari mereka dibesarkan dengan harapan tinggi dari keluarga dan masyarakat. Tekanan untuk sukses dalam sistem pendidikan yang kompetitif seringkali berdampak pada kesehatan mental mereka.
Pengaruh Media Sosial
Media sosial memperburuk tantangan ini dengan menciptakan budaya perbandingan sosial. Ketika melihat orang lain yang tampaknya hidup lebih sukses atau bahagia, Generasi Z sering merasa tidak cukup baik. Hal ini dapat memicu kecemasan, stres, dan bahkan depresi. Sebuah survei oleh Digital 2024 Indonesia mengungkapkan bahwa Generasi Z adalah pengguna media sosial terbesar di negara ini, sehingga pengaruh platform seperti Instagram, TikTok, dan LinkedIn sangat signifikan terhadap kesejahteraan mental mereka.
Sebuah survei oleh IDN Research Institute dan Advisia dalam “Indonesia Gen-Z Report 2024” menunjukkan bahwa 51% Gen Z di Indonesia khawatir dengan kesehatan mental mereka.
Selain itu, penelitian dari Universitas Airlangga mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial yang tidak tepat dapat menurunkan tingkat kebahagiaan dan meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental pada Gen Z.
Data dari McKinsey Health Institute juga menunjukkan bahwa 18% Gen Z secara global merasa kesehatan mental mereka buruk, angka tertinggi dibandingkan generasi lain.
Dengan demikian, tekanan akademik, karier, dan pengaruh media sosial secara signifikan memengaruhi kesehatan mental Generasi Z di Indonesia. Kesadaran dan intervensi yang tepat diperlukan untuk membantu mereka mengatasi tantangan ini.
2. Mengapa PHK Memiliki Dampak Besar pada Generasi Z
PHK adalah fenomena yang mengguncang banyak perusahaan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, terutama selama pandemi COVID-19. Generasi Z, sebagai generasi yang baru masuk ke dunia kerja, menjadi salah satu kelompok yang paling rentan. Menurut berbagai sumber resmi, jumlah Generasi Z di Indonesia yang di PHK meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Statistik PHK di Indonesia:
- Januari-Juni 2024: Sebanyak 32.064 pekerja terkena PHK, meningkat 21,45% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
- Januari-Agustus 2024: Jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 46.200 orang, naik 24% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023.
Dampak pada Generasi Z:
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, merupakan kelompok usia produktif yang signifikan di Indonesia. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2024 menunjukkan bahwa dari 44,32 juta orang Generasi Z, hampir seperempatnya menganggur.
Peningkatan angka PHK ini menambah tantangan bagi Generasi Z dalam memasuki pasar kerja, memperburuk ketidakpastian karier, dan berpotensi memengaruhi kesehatan mental mereka.
Distribusi PHK Berdasarkan Provinsi:
Beberapa provinsi dengan jumlah PHK tertinggi hingga Juni 2024 adalah:
- DKI Jakarta: 7.469 pekerja
- Banten: 6.135 pekerja
- Jawa Barat: 5.155 pekerja
- Jawa Tengah: 4.275 pekerja
- Sulawesi Tengah: 1.812 pekerja
Data ini menunjukkan bahwa wilayah-wilayah dengan konsentrasi industri tinggi mengalami PHK yang signifikan, yang kemungkinan besar memengaruhi Generasi Z yang baru memasuki dunia kerja.
Dengan memahami data ini, kita dapat lebih menyadari tantangan yang dihadapi Generasi Z terkait PHK dan dampaknya terhadap kesehatan mental mereka.
Ketidakpastian Karier
PHK menciptakan rasa tidak aman terhadap karier mereka. Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan pertama atau pekerjaan sementara yang menjadi fondasi karier masa depan. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi keuangan mereka tetapi juga membawa dampak emosional yang besar.
Budaya Hustle dan Burnout
Generasi Z sering terjebak dalam budaya hustle, di mana mereka terus-menerus didorong untuk bekerja lebih keras tanpa henti. Ketika PHK terjadi, mereka merasa gagal memenuhi ekspektasi tersebut, yang semakin memperburuk kesehatan mental mereka.
Persepsi terhadap PHK di Media Sosial
Media sosial memainkan peran besar dalam bagaimana PHK dipersepsikan. Ketika berita tentang PHK menyebar, Generasi Z sering merasa tertekan melihat kolega atau teman mereka berbagi pengalaman kehilangan pekerjaan. Hal ini menciptakan rasa solidaritas, tetapi juga meningkatkan rasa cemas akan masa depan.
3. Dampak Kombinasi Kesehatan Mental dan PHK
Kesehatan mental yang buruk dapat menjadi akibat sekaligus penyebab PHK. Generasi Z menghadapi lingkaran setan di mana stres karena pekerjaan dapat memicu kesehatan mental yang buruk, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja mereka di tempat kerja.
Gejala Umum yang Dialami
- Kecemasan Berlebihan: Kekhawatiran konstan tentang stabilitas pekerjaan.
- Depresi: Rasa putus asa karena merasa tidak mampu menghadapi tantangan hidup.
- Burnout: Kehilangan motivasi akibat tekanan kerja yang berlebihan.
Dampak pada Produktivitas
Kesehatan mental yang buruk seringkali berdampak pada produktivitas di tempat kerja. Karyawan muda yang merasa tidak didukung oleh lingkungan kerja mereka lebih mungkin untuk menyerah atau menjadi tidak produktif.
4. Bagaimana Generasi Z Menghadapi Tantangan Ini
Generasi Z dikenal sebagai generasi yang lebih terbuka dalam membicarakan masalah mereka dan mencari solusi. Berikut adalah beberapa cara mereka mencoba mengatasi masalah kesehatan mental dan dampak PHK:
Meningkatkan Kesadaran Kesehatan Mental
Generasi Z sering mencari edukasi kesehatan mental melalui platform digital seperti YouTube, Instagram, dan podcast. Mereka juga mendukung kampanye yang mempromosikan pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Mengakses Bantuan Profesional
Layanan kesehatan mental, seperti psikoterapi dan konseling, menjadi pilihan populer di kalangan Generasi Z. Di Indonesia, akses terhadap layanan ini mulai meningkat, meskipun masih terbatas di beberapa wilayah. Beberapa aplikasi seperti Riliv dan Halodoc juga menawarkan konsultasi kesehatan mental secara online.
Mencari Stabilitas Melalui Pendidikan dan Keterampilan Baru
Setelah terkena dampak PHK, banyak Generasi Z yang memilih untuk meningkatkan keterampilan mereka. Mereka sering mengikuti kursus daring atau pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, seperti coding, desain grafis, atau pemasaran digital.
5. Peran Teknologi dalam Mendukung Kesehatan Mental dan Pemulihan Karier
Teknologi memiliki dampak ganda terhadap Generasi Z. Di satu sisi, media sosial dapat meningkatkan kecemasan; di sisi lain, teknologi juga menyediakan alat untuk mendukung kesehatan mental dan karier mereka.
Aplikasi Pendukung Kesehatan Mental
Banyak aplikasi sekarang dirancang untuk membantu mengelola kesehatan mental. Aplikasi seperti Calm, Headspace, atau lokal seperti Riliv memungkinkan Generasi Z untuk bermeditasi, melacak suasana hati, atau bahkan mendapatkan sesi konseling langsung.
Platform Karier Daring
Generasi Z sering memanfaatkan LinkedIn, JobStreet, atau platform freelance untuk menemukan peluang kerja baru setelah PHK. Beberapa bahkan beralih ke pekerjaan mandiri atau bisnis kecil berbasis online.
6. Apa yang Dapat Dilakukan oleh Perusahaan dan Pemerintah
Untuk membantu Generasi Z menghadapi dampak kesehatan mental dan PHK, dukungan dari perusahaan dan pemerintah sangat diperlukan.
Perusahaan
- Menyediakan program kesehatan mental di tempat kerja, seperti konseling gratis.
- Memberikan pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
- Membangun budaya kerja yang inklusif dan mendukung.
Pemerintah
- Meningkatkan akses ke layanan kesehatan mental, terutama di daerah terpencil.
- Mendorong kebijakan yang mendukung keamanan kerja bagi generasi muda.
- Membuat program pelatihan keterampilan nasional yang dapat diakses oleh semua.